Selasa, 27 Desember 2011

SERBA-SERBI ZPT

SEJARAH ZPT HYDRASIL

P.T. HYDRASIL sebenarnya bukan produk baru. Pada awal ditemukannya, pertengahan dasawarsa 1970-an, Z.P.T. HYDRASIL yang pada waktu itu masih bernama GHB, berhasil menyelamatkan 400.000 bibit tanaman teh di perkebunana teh Cikajang melalui 
proyek Bank Dunia. Success story ini dimuat dalam koran harian “Pikiran Rakyat” Tahun 1976 oleh wartawan se nior Ir. Dedi Riskomar. Success story HYDRASIL lainnya diantaranya:

Pada periode awal 1980-an, PTPN XIII telah pula mempergunakan Z.P.T. HYDRASIL sebagai proyek percontohan; 
Berdasarkan hasil uji coba lapangan oleh Balai Penelitian (BP) Sukamandi dan BP-BP lainnya, diperoleh bahwa untuk beberapa komoditas (padi, jagung, cabe, tomat, kentang, bawang merah, dan buncis), didapatkan peningkatan produksi karena penggunaan Z.P.T. HYDRASIL rata-rata 3,14 ton/hektar (47%); dan khusus untuk padi, peningkatan produksi tersebut dapat mencapai 3 ton/hektar (75%); 
Pada dasawarsa 80-an, saat Indonesia mencapai swasembada beras, 60% keperluan Z.P.T. di areal pesawahan pantai utara (pantura) P. Jawa dipenuhi oleh Z.P.T. HYDRASIL melalui kerjasama antara PT. Guna Mandala (agen tunggal Z.P.T. HYDRASIL pada waktu itu) dengan Departemen Pertanian Republik Indonesia; 
Sejak tahun 2003, Z.P.T. HYDRASIL (dan sejak tahun 2005 bersama dengan P.P.C. GRAMMOR) telah digunakan secara rutin pada perkebunan teh Alkateri, Ciwidey, Bandung.


                                                                   ------------------------------oo0oo------------------------------



ARTIKEL MENGENAI ZPT 2.4-D



PENGARUH BEBERAPA KONSENTRASI 2.4-D TERHADAP PEMBENTUKAN KALUS JAHE IN VITRO

(The effect of concentration of 2.4-D for induction of Ginger callus in vitro)


Hamda Fauza, Sepriyanto, dan Achyar Nurdin

 ABSTRACT

Ginger is an industrial crop which has a high economic value. However, the productivity of ginger has been decreased year by year. There are two limiting factors on preparing the rhizome as propagation material: disease that caused by bacteria Pseudomonas solanacearum, and the rhizome for unit of area is in great quantity. In this case, tissue culture hoped to be an alternative tool. It has not find the standard method to discover the rhizome with great quality, great quantity, and resistant to the disease. One of limiting factor to success in plant propagating by tissue culture is composition of media and plant growth regulator. The research studies about the effect of concentration of 2.4-D for initiate of ginger callus in vitro. An experiment was done at Tissue Culture Laboratory of Faculty of Agriculture, Andalas University Padang from August to October 2000. The result indicated that concentration of 5 ppm 2.4-D shown the best composition for callus initiation.

Key words : ginger, tissue culture, 2.4-D


PENDAHULUAN

Jahe (Zingiber officinale Rose.) merupakan salah satu tanaman industri yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan mempunyai arti cukup penting dalam meningkatkan pendapatan petani dan sumber devisa negara. Di dalam negeri, jahe banyak digunakan sebagai bahan baku industri tradisional, makanan, minuman, dan kosmetik. Selain itu jahe merupakan tanaman rempah yang diperdagangkan di pasar dunia, dipasarkan dalam bentuk rimpang segar dan olahan, minyak atsiri, dan oleoresin.
Di Indonesia pengusahaan tanaman  jahe dengan orientasi agribisnis telah dimulai pada sekitar 1980.  Namun sampai periode 1997, produksi jahe cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun.  Pada 1997 tercatat produksi jahe Indonesia 80,30 ribu ton. Dari produksi jahe tersebut, tercatat pada 1997 volume ekspor jahe Indonesia dalam bentuk jahe segar dan olahan sebanyak 33,56 ribu ton dengan nilai US $17,96 juta (BPS, 1997).
Bahan perbanyakan jahe berasal dari rimpang, yang merupakan bagian tanaman yang benilai ekonomi, sehingga bibit harus digunakan seefisien mungkin agar nilai tambah dari usaha tani dapat meningkat (Mariska dan Sudiarto, 1986). Kebutuhaa bibit untuk setiap satuan luas relatif tinggi, yaitu 2-3 ton/ha, yang menyebabkan 40% investasi usaha diserap untuk pengadaan bibit, sehingga lebih banyak petani menggunakan bibit "asalan", yaitu bibit yang diperoleh sebagai hasil samping sisa-sisa rimpang yang tidak laku dijual, yang tidak terjamin mutunya. Karena, pada umumnya bibit yang digunakan terinfeksi penyakit layu yang disebabkan bakteri Pseudomonas solanacearum yang disebarkan melalui bibit yang digunakan.
Perbanyakan melalui kultur jaringan merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan bibit dalam jumlah banyak dan bebas dari penyakit. Namun demikian penggunaan bibit jahe asal kultur jaringan belum dikenal secara meluas, tetapi baru dalam tahap penelitian. Penelitian untuk mendapatkan bibit jahe melalui kultur in vitro masih sangat terbatas. Beberapa penelitian telah dilaksanakan, namun belum ada suatu metode yang baku untuk mendapatkan bahan perbanyakan yang terjamin baik kuantitas maupun kualitasnya.
Murashige (1974) menjelaskan ada empat hal yang perlu diperahatikan dalam pelaksanaan kultur jaringan tanaman, yaitu karakteristik eksplan, kondisi fisik media, komposisi kimia media, dan lingkungan tumbuh kultur. Selanjutnya untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan bahan tanaman yang dikulturkan, ke dalam media kultur sering ditambahkan zat pengatur tumbuh (ZPT) golongan auksin dan sitokinin dalam jumlah tertentu. Gunawan (1995) menyatakan juga bahwa ada beberapa faktor pembatas keberhasilan pelaksanaan pengembangan tanaman melalui teknik kultur jaringan, di antaranya adalah komposisi media dan ZPT yang digunakan dan bagian tanaman yang dijadikan eksplan.







Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang



ZPT pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah tertentu dapat mendukung, menghambat, dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. ZPT terdiri dari lima kelompok, yaitu : auksis, giberalin, sitokinin, etilen, dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berbeda.  ZPT sangat diperlukan sebagai komponen medium pertumbuhan dan difereasiasi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Gunawan (1995), mengemukakan bahwa level auksin dalam eksplan tergantung dari bagian tanaman yang diambil dan jenis tanamannya. Oleh karena itu sulit untuk menentukan suatu formula terbaik pada setiap penggunaan. Golongan auksin yang sering ditambahkaa adalah 2,4-D, IAA, NAA, dan IBA. (Hendaryono dan Wijayani, 1994). ZPT bila dibenkan dalam konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan tanaman (Wattimeoa, 1990)
Wattimena, Ganawan, Matjik, Sjamsudin, Wiendi, dan Emawati (1991) menyatakan bahwa auksin dalam kultur jaringan berperan dalam pembentukan kalus, klorofil, morfogenesis akar dan tunas, dan embriogenesis. Auksin yang banyak digunakan untuk induksi kalus adalah 2.4-D, 2.4.5.T, dan picloram. Penyimpanan kalus dalam waktu yang lama dalam media yang mengandung auksin-auksin tersebut dapt menyebabkan peningkatan keragaman genetik.
Seringkali auksin dan sitoknin yang diberikan pada media kultur mampu menginduksi pembelahan ael dan menghasilkan kalus (Wattimena, 1988). Sementara itu Hartman dan Kester (1983) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan kalus dibutuhkan auksin dengan konsentrasi tinggi dan sitokinin yang rendah.  Sehingga, sering dilakukan untuk inisiasi kalus digunakan 2.4-D (Dodds dan Roberts, 1984).
Dalam pemakaian pada kultur jaringan tanaman, konsentrasi efektif untuk masing-masing ZPT  berbeda. Penentuan taraf konsentrasi disesuaikan dengan tipe organ atau eksplan, metode kultur jaringan, dan tingkat kultur jaringan (pembuatan kalus, indukai akar, induksi tunas, dan lain-lain (Wattimena et al, 1991).
Secara umum auksin ditambahkan ke dalam medium dengan konsentrasi 0,01 -10 mg/l.  Untuk inisiasi kalus ditambahkan auksin 2,4-D ke dalam media dengan konsentrasi 1-5 mg/l.  Terdapat kesulitan untuk menetapkan jenis dan takaran ZPT yang cocok untuk kultur, sehingga membutuhkan banyak penelitian. Gunawan (1995) menyatakan bahwa dari golongan auksin 2.4-D merupakan auksin kuat, yang tidak dapat diuraikan dalam tubuh tanaman, namun yang terjadi hanya konyugasi.  ZPT ini biasanya digunakan dalam konsentrasi rendah dan dalam waktu singkat, antara 2-4 minggu. Penggunaan dalam waktu yang panjang dapat meniumbulkan mutasi sel.
Bertitik tolak dari permasalah tersebut, maka telah dilakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Beberapa Konsentrasi 2.4-D terhadap Pembentukan Kalus Jahe In Vitro”, dengan tujuan untuk mengetahui konsentrasi 2.4-D terbaik dalam pembentukan kalus pada tahap inisiasi.

 


BAHAN DAN METODE


Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang, dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2000.
Bahan tanam yang digunakan adalah rimpang jahe yang diambil dari tanaman yang sudah berumur minimal sembilan bulan, dan bahan-bahan lain adalah nutrisi untuk penyusun media MS, vitamin, sukrosa, bacto agar, ZPT 2.4-D, alkohol 70%, spiritus, aquades, benlate, HgCl2, plastik isolasi, arang aktif, streptomycin, agrimycin, tween 80, bayclin, asam ascorbit, dan lain-lain.  Sedangkan peralatan yang digunakan antara lain ; autoclave, oven, botol kultur, pH meter, laminar air flow cabinet, dan lain-lain.
Penelitian ini disusun acak lengkap (RAL), dengan 8 perlakuan dan 5 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 5 botol kultur. Perlakuan tersebut adalah konsentrasi 2,4-D, yaitu : 0 ppm (A), 1 ppm (B), 2 ppm (C), 3 ppm (D), 4 ppm (E), 5 ppm (F), 6 ppm (G), dan 7 ppm (H).  Data hasil pengamatan tidak dianalisis ragam karena tidak memenuhi syarat untuk dianalisis statislika.
Langkah pertama percobaan adalah sterilisasi alat-alat yang akan digunakan. Selanjutnya pembuatan media, di mana bahan-bahan nutrisi ditimbang, kemudian dibuat larutan stok.  Larutan stok nutrisi dan larutan stok vitamin diencerkan sesuai dengan ketentuan. Setelah ditambahkan ZPT sesuai dengan perlakuan, masing-masing larutan dimasak dan dimasukkan ke dalam botol kultur sebanyak 10 ml per botol dan diberi label.  Kemudian disterilkan pada autoclave selama 30 menit pada tekanan 15 psi dengan suhu 121°C.
Eksplan berasal dari tunas muda, yaitu tunas yang sudah muncul sekitar 0,5 - 1 cm, yang untuk mendapatkannya, terlebih dahulu diadakan perangsangan keluarnya tunas.  Eksplan diambil dengan memotong mata tunas pada rimpang dengan ukuran sekitar 0,6 cm, lalu disterilisasi secara berurutan dengan Alkohol 70% (2 menit), HgCl2 0,8% (1 mienit), Natrium hypoclorit 50% (10 menit), Benlate 2 g/1 (30 menit), dan Asam Akorbit 0,05% (15 menit).  Setiap selesai perendaman pada masing-masing larutan, eksplan dibilas dengan aquades steril sebanyak tiga kali. Selanjutnya eksplan segera ditanam satu potong pada masing-masing botol kultur yang sudah diisi dengan media. Semua langkah sterilisasi dan penanaman dilakukan dalam Laminar Air Flow Cabinet.
Peubah yang diamati meliputi: (1) persentase eksplan membentuk kalus, (2) persentase eksplan hidup, (3) persentase eksplan mengalami kontaminasi, (4), persentase eksplan membentuk tunas, (5) persentase eksplan membentuk plantlet, (6) tipe proliferasi - diferensiasi eksplan.


HASIL DAN PEMBAHASAN


Secara umum, hampir seluruh eksplan yang dikulturkan pada media MS yang ditambah dengan 2.4-D mampu hidup dan berkembang dengan baik. Tetapi sampai pada minggu ke sepuluh ternyata hanya tiga parameter pengamatan yang dapat diamati dan dianalisis, yaitu persentase eksplan hidup, persentase eksplan membentuk kalus, dan persentase eksplan terkontaminasi. Sedangkan tunas dan eksplan belum terbentuk pada periode tersebut.  Hasil pengamatan terhadap eksplan jahe pada beberapa konsentrasi 2.4-D pada 10 minggu disajikan pada Tabel 1.
 
Tabel 1.   Pengaruh beberapa konsentrasi 2.4-D terhadap eksplan jahe pada umur 10 minggu setelah tanam

Konsentrasi 2.4-D (ppm)
Hidup (%)
Kalus (%)
Kontaminasi (%)
0  (A)
100,00
33,33
0,00
1  (B)
92,86
35,71
7,14
2  (C)
100,00
36,36
0,00
3  (D)
90,00
33,33
11,11
4  (E)
100,00
40,00
0,00
5  (F)
100,00
44,44
0,00
6  (G)
100,00
30,00
0,00
7  (H)
100,00
27,37
0,00

Eksplan yang dianggap hidup adalah eksplan yang berwarna terang dan tidak mengalami pencoklatan atau kontaminasi.  Data pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa sampai minggu ke sepuluh, hampir semua eksplan berkembang dengan baik, terbukti hampir untuk semua perlakuan 100 % dari eksplan yang ditanam ternyata masih hidup dan berkembang dengan baik.  Secara umum hal tersebut diduga merupakan akibat metode dan pelaksanaan sterilisasi sudah dilakukan dengan baik. Sehingga hanya sebahagian kecil eksplan yang terkontaminasi, seperti terjadi pada pemberian 1 ppm 2.4-D (7,4%) dan 3 ppm 2.4-D (11,11%).
Sementara itu pemberian 2.4-D sampai konsentrasi yang cukup tinggi dalam waktu yang relatif lama belum memperlihatkan pengaruh negatif pada persentase eksplan hidup yang dikulturkan.  Hal ini dapat dilihat dari data pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa pemberian 2.4-D sampai konsentrasi 7 ppm masih memperlihatkan 100% eksplan hidup dan berkembang dengan baik.  Artinya, belum tercapai konsentrasi maksimal 2.4-D yang sudah menurunkan jumlah eksplan hidup. Karena, Gunawan (1995) berpendapat bahwa dari golongan auksin 2.4-D merupakan auksin kuat, yang tidak dapat diuraikan dalam tubuh tanaman, namun yang terjadi hanya konyugasi.  ZPT ini biasanya digunakan dalam konsentrasi rendah dan dalam waktu singkat, antara 2-4 minggu.  Penggunaan dalam waktu yang panjang dapat menimbulkan mutasi sel. Namun pada penelitian ini belum dapat diketahui apakah terjadi mutasi, mengingat pengamatan yang dilakukan belum sampai ke arah itu. Tinggi rendahnya konsentrasi ZPT dan lamanya waktu pengkulturan optimal, berbeda untuk masing-masing jenis tanaman.
Pada pengamatan persentase eksplan membentuk kalus seperti pada Tabel 1, terlihat bahwa dengan pemberian 2.4-D sampai konsentrasi 5 ppm (F) menunjukkan persentase eksplan yang membentuk kalus dengan persentase tertinggi.  Diduga karena pemberian ZPT pada konsentrasi tersebut telah mendukung perkembangan jaringan eksplan yang lebih baik dalam membentuk kalus.  Hal ini berarti peningkatan konsentrasi 2.4-D sampai 5 ppm akan memacu pembentukan kalus.  Lain halnya dengan perseatase eksplan hidup, ternyata pemberian 2.4-D dengan konsentrasi yang lebih tinggi (6 ppm dan 7 ppm) telah memperlihatkan penekanan eksplan dalam membentuk kalus dimana pada konsentrasi tersebut persentase kalus yang terbentuk cenderung menurun.  George dan Sherington (1984) menyatakan bahwa induksi kalus yang terlalu lama dalam media dengan konsentrasi auksin yang tinggi dapat menurunkan bahkan menghilangkan kapasitas embriogenetik sel atau jaringan tanaman.
Weaver (1972) mengatakan bahwa keberhasilan dari perbanyakan eksplan secara in vitro sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dari tanaman yang dijadikan eksplan tersebut dan keadaan lingkungannya. Gunawan (1988) juga mengemukakan bahwa ZPT endogen merupakan faktor pemacu untuk proses tumbuh dan morfogenesis eksplan baik membentuk menjadi kalus, tunas akar dan plantlet.
Hartman dan Kester (1983) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan kalus dibutuhkan auksin dengan konsentrasi tinggi dan sitokinin yang rendah.   Sehingga, sering dilakukan untuk inisiasi kalus digunakan ZPT 2.4-D (Dodds dan Roberts, 1984).  Dalam pemakaian pada kultur jaringan tanaman, konsentrasi efektif untuk masing-masing ZPT berbeda.  Penentuan taraf konsentrasi disesuaikan dengan tipe organ atau eksplan, metode kultur jaringan, dan tingkat kultur jaringan (inisiasi kalus, induksi akar, induksi tunas, dan lain-lain (Wattimena et al, 1991).
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa tinggi rendahnya konsentraai ZPT dan lamanya waktu pengkulturan optimal, berbeda untuk masing-masing jenis tanaman, sehingga diperlukan penelitian berkali-kali dengan komposisi yang berbeda dan dalam waktu yang panjang untuk mendapatkan konsentrasi ZPT optimal dalam mendapatkan kalus.
Hasil pengamatan secara visual memperlihatkan bahwa kalus yang terbentuk ternyata masih beragam.  Sebagian kalus yang terbentuk belum terlihat jelas seperti pada Gambar 1.  Pada eksplan telah terbentuk bakal kalus yang belum bisa terlihat jelas. Hal ini terjadi untuk semua perlakuan, sehingga tidak dapat diketahui apakah keadaan tersebut disebabkan oleh perlakuan atau hal lain di luar perlakuan yang ikut berpengaruh.  Diduga intensitas cahaya juga sangat berpengaruh untuk pembentukan kalus, dimana intensitas cahaya pada tempat penelitian belum terukur dengan pasti. Sementara intensitas cahaya untuk masing-masing tanaman juga berbeda dalam mendapatkan hasil optimal yang diingini, dalam penelitian ini adalah terbentuknya kalus.  Konstruksi rak kultur juga dapat mempengaruhi perkembangan eksplan dalam membentuk kalus dalam penelitian ini, karena konstruksi yang kuraug mendukung mengakibatkan suhu lantai rak tidak merata sehingga dapat memperlihatkan pengaruh yang berbeda.
Wattimena et al (1991) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempeagaruhi pertumbuhan dan morfogenesis tanaman dalam kultur jaringan adalah genotip, media tanam, fisiologi jaringan tanaman dan lingkungan tumbuh. Sedangkan faktor lingkungan yang berprngaruh adalah suhu, kelembaban, cahaya, dan tipe bentuk kultur.
Sementara itu sebagian lain kalus yang terbentuk sudah memperlihatkan hasil yang baik, dimana sudah terbentuk kalus yang relatif kompak dengan warna putih kehijauan (Gambar 2).













Gambar 1.    Eksplan jahe yang memperlihatikan terbentuknya bakal kalus pada umur 10 minggu setelah tanam














Gambar 2.    Eksplan jahe yang memperlihatkan terbentuknya bakal kalus pada umur 10 minggu setelah tanam

KES1MPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa konsentrasi 5 ppm 2.4-D (F) memperlihatkan hasil yang terbaik saimpai umur 10 minggu. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam waktu yaag lebih lama.

 

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih disampaikan kepada Lembaga Penelitian Universitas Andalas Padang, yang telah membiayai pelaksanaan penelitian ini.

 

DAFTARPUSTAKA


Badan Pusat Statistik.  1997.  Statistik perdagangan luar negeri Indonesia.  Ekspor 1996.  Badan Pusat Statistik.  Jakarta.
Evans, D.A., W. R. Sharp, and P.V. Animinato.  1986.  Handbook plant cell culture. Vol. 4. M.C. Millon Publ. Co.  New York.
Hartman, H.T, and D.E. Kester.  1983.  Plant propagation.  Third edition.  Prentice Hall of India New Delhi.  662p.
Hendaryono, D.P.S., dan A.Wijayani.  1994.  Teknik Kultur Jaringan.  Penerbit Kanisius.  Yogyakarta.
George, E.F., and P.D. Sherington, P.D.  1984.  Plant propagation by tissue culture.  Exegetis Limited.  England.
Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur Jaringan In Vitro dalam Hortikultura.  Penebar Swadaya. Jakarta.
Mariska, S.S., dan Sudiarto.  1986.  Pengadaan bibit jahe dan temulawak.  Temu usaha dan temu tugas tanaman rempah dan obat 13-16 Maret. Ditjenbun - Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pertanian - Pemda Tk. I Jawa Tengah.  Semarang.
Murashige, T. 1974.  Somatic plant cells.  In Paul F.K., Jr. and M.K. Patterson, Jr. (eds). Tissue Culture Methods dan Aplication.  Academic Press.  New York.
Taji, M. A., W.A. Dodd, and R.R.Williams. 1992. Plant tissue practice. Botany Department and Department of Agronomy and Soil Science. University of New England. Armidale. Centre for Biological Population Management Queensland University of Technology.  Brisbane.
Wattimena, G.A. 1988.  Zat Pengatur Tumbuh Tanaman PAU IPB dan Sumberdaya Informasi IPB. Bogor.
Wattimena, G.A., L.W. Gunawan, N.S. Matjik, E. Sjamsudin, N.M.A. Wiendi, dan A. Eniawati. 1991. Bioteknologi tanaman.  Tim Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman.  PAU IPB.  Bogor.






------------------------------oo0oo------------------------------



“ Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh 2,4-D Dan BAP Bagi Pertumbuhan Kalus Kacang Tanah Kulit Putih (Arachis Hypogeae ) Dalam Media Murashige-Skoog “
MARGGY PATRICHIA MATAUSEYA
07  311  353
KELOMPOK VI ( REFRIGERATOR )
INTISARI
Tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh zat pengatur tumbuh yaitu 2,4-D dan BAP terhadap pertumbuhan kalus kacang tanah kulit putih (Arachis hypogeae) dengan menggunakan media MS (Murashige and Skoog). Dimana telah diketahui bahwa 2,4-D merupakan hormon auksin sedangkan BAP ialah hormon Sitokinin yang telah banyak dipakai dalam pelaksanaan kultur jaringan. Secara umum zat pengatur tumbuh atau seringkali disebut hormon pertumbuhan ini terdiri dari banyak jenis yang dihasilkan secara sintetik ataupun secara fermentasi , jadi hormon pertumbuhan ini digunakan sesuai dengan keperluan praktikum.
Media MS adalah media yang banyak sekali digunakan sebagai media tumbuh tanaman. Pelaksanaan praktikum ini menggunakan metodologi mulai dari proses sterilisasi baik bahan dan alat yang akan digunakan sampai pada penanaman eksplan hingga pertumbuhan selanjutnya yakni menjadi kalus. Dalam proses sterilisasi bertujuan untuk menghindarkan media yang telah dibuat dari mikroorganisme yang berukuran kecil atau tidak terlihat secara langsung menggunakan mata. Diantaranya adalah beberapa jenis bakteri yang mudah sekali terbawa, juga beberapa jenis jamur yang hidup disekitar pelaksanaan praktikum yang mudah sekali hidup hanya dengan spornya. Dan Bahan dan alat yang digunakan juga akan mendukung tercapainya pelaksanaan praktikum ini jika semuanya diselesaikan dengan proses sterilisasi.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, menunjukkan bahwa dengan adanya perbedaan perlakuan pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh  2,4-D dan BAP yang diberikan pada media MS memberikan pengaruh pada pertumbuhan kalus tanaman. Kalus pada B3D4 tumbuh lebih baik dibandingkan pada B4D3 , dimana media MS dengan label B3D4 mengandung komposisi 2,4-D sebanyak 0,6 dan BAP sebanyak 0,4 sedangkan media MS dengan label B3D4 dengan komposisi 2,4-D sebanyak 0,4 dan BAP sebanyak 0,6.
Kata Kunci : Kultur jaringan, Zat Pengatur Tumbuh, Kacang Tanah, Media MS
PENDAHULUAN
Pembangunan pertanian di Indonesia saat ini dan selanjutnya harus dilakukan dengan penerapan teknologi baru seperti bioteknologi dan penggunaan zat pengatur tumbuh. Masalahnya sekarang , mampukah kita menyeleksi teknologi baru ini yang sesuai dengan keadaan Indonesia dalam rangka menunjang pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan.
Jenis perkembangbiakkan secara vegetative yang masih baru dikembangkan adalah kultur jaringan. Ini merupakan salah satu tehnik perbanyakan tanaman yang menggunakan sel atau organ atau jaringan dari tanaman tersebut. Potongan jaringan atau organ yang dikulturkan ini dinamakan eksplant (Katuuk, 1989). Oleh karena kecilnya potongan ini maka tehnik perbanyakan tanaman disebut mikropropagasi. Ide untuk memperbanyak tanaman dengan jalan mengkulturkan bagian kecil jaringan atau organ muncul dari pendapat bahwa tanaman tinggi terdiri dari sekumpulan sel Sel-sel yang sama membentuk jaringan yang melakukan tugas tertentu pada setiap organ dalam tubuh tanaman.
Pekerjaan yang paling berat dalam kultur jaringan adalah menciptakan serta memelihara kondisi aseptik Spora dari bakteri ataupun jamur ada dimana-mana disekitar kita. Karena kecil serta ringan, mereka dapat terbawa walaupun hanya dengan gerakan udara yang sangat kecil. Untuk itu jalan yang paling baik untuk mengatasi kehadiran microbial adalah menciptakan semua yang berhubungan dengan kegiatan kultur jaringan, bebas microbial, mulai dari material tanaman, perlengkapan, lingkungan, sampai pada prosedur pekerjaan, untuk itu dibutuhkan metode kesterilan untuk dapat mengatasinya lewat proses yang dinamakan sterilisasi.
Model sterilisasi yang digunakan tidaklah sembarangan, dimana ada beberapa jenis sterilisasi yaitu diantaranya yaitu Sterilisasi Basah, proses sterilisasi dengan cara menggunakan uap air. Alat sterilisasi ini adalah autoclave. Dipakai untuk mengsterilkan media, serta bahan yang akan digunakan selama proses pengkulturan. Suhu yang digunakan rata-rata untuk membunuh mikroba adalah 1210c selama 10-15 menit dan juga disesuaikan dengan banyak media yang akan disterilkan dalam autoclave. Kemudian model sterilisasi yang lain yaituSterilisasi Panas Kering, Untuk mensterilkan dengan suhu tinggi dan kering, maka alat yang digunakan adalah Oven. Oven digunakan untuk mengsterilkan alat-alat yang tidak mudah terbakar, antara lain peralatan yang terbuat dari bahan gelas atau logam. Kemudian lama pemanasan tergantung pada suhunya 1600c, memerlukan waktu selama 45 menit. Setelah pengsterilan di oven, alat dan perlengkapan dikeluarkan dan dibawa kedalam ruang transfer dimana mereka dapat disterilkan dengan menggunakan sinar ultra violet.
Salah satu factor yang mempengaruhi keberhasilan mengkulturkan jaringan ialah pemberian zat hara yang tepat kedalam media eksplant. Ketepatan pemberian jumlah zat hara sangat penting sebeb perkembangan eksplant hanya tergantung semata-mata pada susunan zat makan yang terlarut pada media itu. Untuk tumbuh sehat dan kuat tanaman memerlukan bahan anorgnik dalam jumlah yang banyak, yang disebut unsur hara makro. Sedangkan sedikit jumlah unsur yang akan digunakan disebut unsur hara mikro. Bahan-bahan yang sangat penting dan mendasar dari setiap tanaman adalah karbohidrat, vitamin, asam amino serta zat pengatur tumbuh lainnya.
Sehubungan dengan media kultur jaringan, maka meliputi :
  1. Air
Air memegang peranan penting dalam proses pengkulturan jaringan, karena 95% dari media kultur terdiri dari air. Air yang digunakan dalam media serta seluruh proses pengkulturan adalah Aquades Steril. Karena jumlah yang digunakan paling banyak maka untuk penggunaannnya maka dimanfaatkan sebaik-baiknya karena mengingat untuk membelinya dibutuhkan biaya yang cukup mahal pada setiap liternya.
  1. Garam Anorganik
Media kultur jaringan harus selalu diberikan garam anorganik. Garam anorganik yang terkandung dalam media kultur jaringan adalah unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk tanaman yang biasa digunakan oleh para petani. Terbagi atas unsure-unsur hara yaitu :
  1. Unsur Hara Makro
Unsur hara makro terdiri dari 6 unsur utama yaitu nitrogen, fostor, kalium, belerang, kalsium dan magnesium. Langkah yang paling penting dalam pembuatan media kultur adalah menentukan ketepatan perbandingan garam yang mengandung unsur makro tersebut. Garam-garaman yang dipakai dalam makro nutrient biasanya ditambahkan Na dan Cl, dalam bentuk KCl dan NaCl.
  1. Unsur Hara Mikro
Unsur hara mikro yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman adalah zat-zat besi, mangan, boron, seng, tembaga, kobalt, yudium, dan molybdenum. Zat-zat ini adalah komponen protein yang sangat berguna dalam proses metabolism dan physiology tanaman, terutama sintesa chlorophyl dan chloroplast.
  1. Vitamin
Vitamin adalah bahan yang harus ada dalam bahan makanan manusia maupun hewan, walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit. Bagi tanaman yang dikulturkan belum mampu membuat banyak vitamin sendiri untuk kehidupannya. Oleh sebab itu, walaupun hanya sedikit, pemberian vitamin dalam kultur merupakan sesuatu yang penting dan keharusan.
  1. Zat Pengatur Tumbuh (Hormon)
Konsep zat pengatur tumbuh diawali dengan konsep hormon tanaman. Hormon tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam konsentrasi yang rendah mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses fisiologis ini terutama tentang proses pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan tanaman. Proses-proses lain seperti pengenalan tanaman, pembukaan stomata, translokasi dan serapan hara dipengaruhi oleh hormon tanaman. Hormon tanaman kadang-kadang juga disebut fitohormon, tetapi istilah ini lebih jarang digunakan. Istilah hormon ini berasal dari bahasa Gerika yang berarti pembawa pesan kimiawi (Chemical messenger) yang mula-mula dipergunakan pada fisiologi hewan.
Dengan berkembangnya pengetahuan biokimia dan dengan majunya industry kimia maka ditemukan banyak senyawa-senya-wa yang mempunyai pengaruh fisiologis yang serupa dengan hormon tanaman. Senyawa-senyawa sintetik ini pada umumnya dikenal dengan nama zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT = Plant Growth Regulator). Tentang senyawa hormon tanaman dan zat pengatur tumbuh, Moore (2) mencirikannya sebagai berikut :
1. Fitohormon atau hormon tanaman ada-lah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (< 1mM) yang disintesis pada bagian tertentu, pada umumnya ditranslokasikan kebagian lain tanaman dimana senyawa tersebut, menghasilkan suatu tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis.
2. Zat Pengatur Tumbuh adalah senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (< 1 mM) mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
3. Inhibitor adalah senyawa organik yang menghambat pertumbuhan secara umum dan tidak ada selang konsentrasi yang dapat mendorong pertumbuhan.
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhanatau fitohormon. Penggunaan istilah “hormon” sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan; dan, sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Mereka lebih suka menggunakan istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris plant growth regulator).
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Dengan menganalogikan senyawa kimia yang terdapat pada hewan yang disekresi oleh kelenjar ke aliran darah yang dapat mempengaruhi perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tubuh, sinyal kimia pada tumbuhan disebut hormon pertumbuhan. Namun, beberapa ilmuwan memberikan definisi yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu senyawa kimia yang disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain dengan cara khusus. Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada tumbuhan sering mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping mempengaruhi sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut denganzat pengatur tumbuh untuk membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak jauh.
Ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasi 5 tipe utama ZPT yaitu auksin, sitokinin,giberelin, asam absisat dan etilen (Tabel 1). Tiap kelompok ZPT dapat menghasilkan beberapa pengaruh yaitu kelima kelompok ZPT mempengaruhi pertumbuhan, namun hanya 4 dari 5 kelompok ZPT tersebut yang mempengaruhi perkembangan tumbuhan yaitu dalam hal diferensiasi sel.
Selain zat makanan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan diatur oleh hormone tumbuh. Zat ini biasanya aktif dalam konsentrasi kecil dan diproduksikan dalam tumbuhan itu sendiri.Untuk keperluan kultur jaringan orang telah membuat banyak hormone tumbuhan buatan, yang dinamakan zat pengatur tumbuh. Zat ini dapat dibuat sintetik maupun melalui proses fermentasi.
Zat pengatur tumbuh yang banyak dikenal adalah auxin, sitokinin, adenine, gibberilin, asam absisik dan etilen. Hormon yan digunakan dalam pelaksanaan praktikum ini adalah 2,4-D (Dichlorophenoxy acetic acid) yang masuk pada auxin sintetik dan bahan yang kedua yaitu BAP (N6-benzyl amino purine) yang juga merupakan sitokinin buatan yang mempunyai sifat yang sama dengan sitokinin alamiah.
Seperti diketahui bahwa auxin adalah hormone tumbuhan yang diproduksi dari dalam tubuh tumbuhan, tetapi saat ini telah dapat dibuat secara sintetik. Fungsinya adalah untuk merangsang pertumbuhan kalus, merangsang pembesaran sel dan mengatur morhogenesis dari setiap tanaman tersebut. Ada beberapa jenis auxin yang penggunaannya sera pemakaiannya tergantung pada konsentrasi jenis pertumbuhan yang diinginkan, jumlah auxin endogenus dalam jaringan explants, kemampuan eksplant untuk membentuk auxin alamiah dn interaksi antara auxin endogenus dan exogenous.
Sedangkan sitokinin memiliki fungsi untuk mengatur pertumbuhan melalui pembelahan sel, membantu mengawasi perkecambahan biji, mengatur transport auxin dan dalam kultur jaringan sitokinin berperan dalam pertumbuhan serta morfogenesis.
METODOLOGI
Alat & Bahan Yang Digunakan :
  • Alat :
v  Botol Kultur
v  Gelas Ukur
v  Beaker glass
v  Autoclave
v  Timbangan Analitik
v  Laminer Airflow (LAF)
v  AC
v  Neon/Lampu
  • Bahan
  • Aquades SterilSabun sunlight
v  Alumunium foil
v  Alkohol (70 dan 90 %)
v  Plastik (JET)
v  Agar Swallow
v  Karet gelang
v  Tissue roll
v  Sukrosa
v  Mata Pisau/ Skapel
v  Serbet
v  Label
v  Bayclin / chlorox
v  Rinso
v  Betadin
v  Sunlight
Prosedur Kerja            :
  • Sterilisasi alat
  1. Siapkan alat dan bahan.
  2. Pisahkan botol kultur yang telah dicuci sebelumnya.
  3. Untuk botol kultur yang masih nampak kotor, cucilah kembali dengan menggunakan deterjen.
  4. Bilaslah botol kultur  yang telah dicuci hingga bersih kemudian tiriskan.
  1. Botol-botol kultur yang telah dibersihkan sebelumnya, dimasukkan ke dalam autoclave.
  2. Periksa kembali autoclave yang akan digunakan apakah telah benar-benar tertutup rapat.
  3. Jika autoclave telah siap digunakan, hubungkan ke colokan listrik.
  4. Jika autoclave telah menunjukan panas hingga 17,5 atm, maka putuskan aliran listrik dengan cara mencabut colokan.
  • Pembuatan Stok Mikro
  1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
  2. Masukkan aquades sebanyak 500 ml ke dalam gelas ukur.
  3. Tuangkan aquades tersebut ke dalam gelas piala.
  4. Masukkan lagi 500 ml aquades ke dalam gelas ukur.
  1. Siapkan Hot Plate, panaskan aquades yang terdapat dalam gelas piala dan letakkan magnetic styrer.
  2. Sementara itu dengan menggunakan timbangan analitik, timbanglah H3BO3 sebanyak 0,62 gr.
  3. Masukkan bahan ke dalam aquades yang sedang dipanaskan diatas hot plate.
  4. Bilas kertas alumunium foil yang digunakan agar H3BO3 yang tersisa pada kertas dapat tercampur rata di dalam aquades.
  1. Selanjutnya bahan-bahan penyusun zat mikro dimasukkan ke dalam aquades dengan selang waktu 10 menit untuk masing-masing zat. Penimbangan zat hendaknya dilakukan secara cermat agar memperoleh ukuran tepat.
Daftar zat yang dimasukan tiap selang 10 menit ialah :
  1. - H3 BO3 : 0,62               gr
  2. - Mn SO4H2O              : 1,56               gr
  3. - Zn SO4 7H2O            : 0,86               gr
  4. - Na Mo O4 2H2O      : 0,025             gr
  5. - Cu SO4 5H2O          : 0,0025           gr
  6. - Co Cl2 6H2O                        : 0,0025           gr
  7. - KI                             : 0,083             gr
10.  Setelah semua bahan selesai dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi aquades, matikan hot plate.
11.  Tuangkan sisa aquades sebanyak 500 ml yang telah disediakan sebelumnya dari dalam gelas ukur ke dalam gelas piala.
12.  Langkah selanjutnya ialah stok mikro yang telah siap dituangkan ke labu Erlenmeyer.
13.  Tutupilah labu Erlenmeyer berisi stok mikro dengan kertas alumunium foil.
14.  Berikan label pada labu Erlenmeyer tersebut.
15.  Masukkan Stok Mikro ke dalam lemari pendingin/kulkas.
  • Perkecambahan Kacang Tanah
  1. Siapkan Alat dan Bahan.
  2. Letakkan kapas pada wadah cawan petri.
  3. Basahi kapas dengan meggunakan air.
  4. Letakkan butir – butir kacang tanah berkulit putih pada wadah cawan petri
  5. Tutupilah kembali dengan menggunakan kapas basah
  6. Tempatkan pada ruangan dengan tidak terkena sinar matahari secara langsung
  7. Setelah kurang lebih 3 hari kecambah yang muncul dipersiapakan sebagai eksplan untuk proses praktikum selanjutnya
  • Pembuatan Media MS
  1. Untuk pembuatan media ini dibutuhkan ketelitian yang sangat tinggi sehingga akan memudahkan kita untuk melaksanakannya,
  2. Untuk pembuatan MS : 0,05 mg/l NAA maka dibutuhkan Stok makro sebanyak 100ml, mikro sebanyak 10ml, Fe EDTA 10ml dan vitamin sebanyak 10 ml, sehingga total menjadi 150 ml.
  3. Tambahkan 870 ml aquades untuk menjadikannya 1000 ml atau 1 liter larutan MS.
  4. Tambahkan Agar-agar swallow dan sukrosa dengan takaran yang telah ditentukan.
  5. Kemudian Mio-inositol dan arang aktif (hitam) kemudian untuk mengakhiri dan memastikan apakah sudah selesai maka kita harus mengukur pH dari larutan tersebut. Dan jika belum maka anda dapat menambahkan zat-zat yang akan dibutuhka dalam menyamakan pHnya. Sehingga tidak ada kejanggalan dalam melaksanakan pembuatan media MS ini.
  • Sterilisasi eksplan di luar LAF
  1. Kecambah kacang tanah di cuci hingga bersih
  2. Rendam dalam larutan rinso selama 15 menit hingga larutan rinso hilang     .
  3. Selanjutnya rendam dalam larutan fungisida dithane 2 gr/L selama 30 menit. Bilas hingga bersih
  • Sterilisasi LAF
  1. Semprot dengan alcohol 70% kemudian keringkan dengan kapas.
  2. Masukkan botol kultur yang berisi media dan alat yang digunakan ( petri dish, gelas piala, gelas ukur, lampu busen, kertas bayclin, betadine, gagang pisau, pinset).
  3. Nyalakan lampu UV selama 1 jam.
  • Sterilisasi eksplan dalam LAF
  1. Eksplan disteril dalam alkohol 70% selama 30 detik. Bilas 3 kali degan aquades steril.
  2. Eksplan disteril dalam larutan chiorox 10% dan tween 80 1 tetes selama 1 menit. Di bilas 3 kali dengan aquades steril.
  3. Eksplan direndam dalam betadine 5 ml dalam 100 ml aquades steril selama 5 menit, bilas hingga bersih
  4. Eksplan diletakkan di atas kertas steril dalam petri dish.
  • Penanaman eksplan ke dalam media
  1. Kecambah Eksplan dipotong menjadi 3 bagian yang sama ukurannya
  2. Kecambah yang telah dipotong diletakkan di atas kertas saring di dalam petri dish sedangkan kacang tanah disingkirkan terlebih dahulu
  3. Siapkan botol kultur yang telah berisi media dengan label berdasarkan perbedaan perlakuan , bukalah plastic penutup botol kultur
  4. Panaskan tepi botol di api dari lampu Bunsen
  5. Sterilkan pinset dalam alcohol kemudian dibakar
  6. Setelah api pada pinset telah hilang , ambil potongan kecambah dengan menggunakan pinset tersebut
  7. Tanamkan eksplan secara perlahan ke dalam botol kultur
  8. Panaskan kembali plastic penutup botol kultur ke api dari lampu Bunsen
  9. Tutuplah mulut botol kultur dengan menggunakan plastic tersebut
10.  Ikatlah plastic penutup botol kultur dengan menggunakan karet gelang
11.  Berikan label yang bertuliskan Kode Perlakuan , Jenis eksplan yang digunakan , media yang digunakan , tanggal penanaman eksplan beserta dengan nama penanam.
Sebagai contoh :
B3D3                      Arachis/P
Media MS
Eghy                      27’11’09
Mengkecambahkan Kacang tanah berkulit Putih (Arachis hypogeae)
SKEMA PROSES PRAKTIKUM
Sterilisasi Alat
Pembuatan Media MS
Sterilisasi LAF
Pemotongan Eksplan
Pengamatan & Pengambilan data Hasil Praktikum
Penanaman Eksplan pada Media Murashige – Skoog
Sterilisasi eksplan di dalam LAF
Sterilisasi eksplan di luar LAF
Pembuatan Stok Mikro
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mendapatkan hasil dari pelaksanaan praktikum ini maka ada perlakuan –  perlakuan yang digunakan, lihat tabel dibawah ini :
2,4-D BAP00,20,40,6
0B1D1B1D2B1D3B1D4
0,2B2D1B2D2B2D3B2D4
0,4B3D1B3D2B3D3B3D4
0,6B4D1B4D2B4D3B4D4
Setelah melakukan beberapa perlakuan pada sampel diatas yaitu untuk B3D4 dan B4D3 maka hasilnya adalah
  • Untuk sampel 1 ( B3D4 )
B3D4 = Arachis/Putih/MS                   2,4-D  0,6
BAP   0,4
Hasilnya adalah Kalus tumbuh dengan baik dengan ukuran yang cukup besar . Gambar diambil pada tanggal 15 Januari 2010 atau dengan selang waktu 49 hari setelah penanaman pada tanggal 27 November 2009. Kalus berkembang dengan baik karena media MS yang digunakan mengandung 2,4-D 0,6 sedangkan BAP hanya 0,4.
  • Untuk sampel 2 ( B4D3 )
B4D3 = Arachis/Putih/MS                   2,4-D  0,4
BAP   0,6
Hasilnya adalah kalus dengan ukuran yang kecil. Gambar diambil pada tanggal 15 Januari 2010 atau dengan selang waktu 49 hari setelah penanaman pada tanggal 27 November 2009. Kalus tidak berkembang sebaik pada sampel 1 , hal ini dikareanakan zat pengatur tumbuh 2,4-D hanya 0,4 sedangkan BAP sebanyak 0.6
Sampel yang terkontaminasi
  • Media Berwarna Cokelat
    Eksplan Terkontaminasi bakteri dan  menjadi berwarna hitam
    B2D1
  • Media Berwarna Cokelat
    Eksplan Terkontaminasi bakteri dan menjadi berwarna hitam
    B2D1
  • B3D3
Media Berwarna Cokelat
Eksplan Terkontaminasi bakteri dan menjadi berwarna hitam
Sample yang terkontaminasi kemungkinan disebabkan factor human error selama proses pengawasan , apalagi pada beberapa sample terdapat lubang pada plastic penutup botol kultur yang digerogoti oleh tikus selain itu kemungkinan lainnya akibat kondisi peralatan yang belum steril secara optimal.
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan diatas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa zat pengatur tumbuh 2,4-D dan BAP memiliki pengaruh bagi pertumbuhan  kalus kacang tanah berkulit putih ( Arachis hypogeae ) yang dikembangkan dalam media Murashige – Skoog ( MS ). Sample B3D4 dengan komposisi 2,4-D 0,6 dan BAP 0,4 menghasilkan pertumbuhan kalus yang lebih baik dibandingkan Sample B4D3 yakni mengandung 2,4-D 0,4 dan BAP 0,6. Hal ini disebabkan fungsi dari auksin 2,4-D yang berguna untuk merangsang pertumbuhan kalus. Perbedaan perlakuan menampakkan hasil yang signifikan dimana sample yang mengandung lebih banyak 2,4-D menghasilkan kalus lebih baik daripada sample yang hanya mengandung sedikit zat pengatur tumbuh 2,4-D.
DAFTAR PUSTAKA
  • Pierik,R.L.M.1987. In Vitro Culture of Higher Plants . Netherlands : Department of Horticulture , Agricultural University Wagenigen
  • Katuuk,J.R.P.1989. Teknik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi Tanaman. Jakarta : Depdikbsud,Direktorat Jenderal Pendidikan
  • Intan , R . D . 2008 . Peranan dan fungsi fitohormon bagi pertumbuhan tanaman . Bandung : fakultas Pertanian , Universitas Padjajaran
                                                              ------------------------------oo0oo------------------------------


ZPT
ZPT (zat pengatur tumbuh) dibuat agar tanaman memacu pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik. 
Hormon yang berasal dari bahasa Yunani yaitu hormaein ini mempunyai arti : merangsang, membangkitkan atau mendorong timbulnya suatu aktivitas biokimia sehingga definisi fito-hormon adalah senyawa organik tanaman yang bekerja aktif dalam jumlah sedikit, ditransportasikan ke seluruh bagian tanaman sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan atau proses-proses fisiologi pada tanaman.
Hormon tanaman itu sendiri terbagi dalam beberapa kelompok diantaranya :
1. Auksin, hormon tanaman seperti indolasetat yang berfungsi untuk merangsang pembesaran sel, sintesis DNA kromosom, serta pertumbuhan aksis longitudinal tanaman., gunanya untuk merangsang pertumbuhan akar pada stekan atau cangkokan. Auksin sering digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar dan sebagai bahan aktif sering yang digunakan dalam persiapan hortikultura komersial terutama untuk akar batang. Mereka juga dapat digunakan untuk merangsang pembungaan secara seragam, untuk mengatur pembuahan, dan untuk mencegah gugur buah.(yang termasuk Auksin IBA, NAA, 2,4-D). Auksin Golongan NAA memakai merek dagang antara lain: Rootone-F, Atonik. Sedang Auksin 2,4 D dijual dengan nama Hidrasil. Auksin alami banyak terdapat didalam cairan biji jagung muda yang masih berwarna kuning, air seni sapi, ujung koleoptil tanaman oat, umbi bawang merah dan air kelapa.
Golongan Auksin : Indole Aceti Acid (IAA), Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Yang paling penting dari keluarga auksin adalah indole-3-asam asetat (IAA). Ini menghasilkan efek auksin pada tanaman secara menyeluruh, dan yang paling ampuh dari auksin alami, namun molekul kimiawi IAA adalah yang paling labil di larutan air, sehingga IAA tidak digunakan secara komersial sebagai regulator pertumbuhan tanaman. 
  • Yang termasuk golongan auksin alami : 4-chloro-asam indoleasetis, asam fenilasetis (PAA) dan indole-3-asam butirik (IBA).
  • Sedang  auksin buatan antara lain 1-asam nafthaleneasetis (NAA), 2,4-asam dichlorophenoxyasetis (2,4-D), dan lain-lain.
Auksin dosis tinggi dapat merangsang produksi Etilen. Kelebihan Etilen malah dapat menghalangi pertumbuhan, menyebabkan gugur daun (daun amputasi), dan bahkan membunuh tanaman. Beberapa auksin sintetis seperti 2,4-D dan 2,4,5-asam trichlorophenoxyacetic (2,4,5-T) telah digunakan sebagai herbisida. 
tanaman berdaun luas (dicotil) jauh lebih rentan terkena auksin daripada daun tanaman monokotil seperti tanaman rumput-rumputan. Auksin sintetis ini adalah agen aktif dalam “Agen Oranye” yaitu defolian atau defoliant (peranggas atau zat yang merangsang pertumbuhan yang cepat dan tidak terkendali dan akhirnya merontokkan daun-daunnya hingga meranggas) yang digunakan secara ekstensif oleh pasukan Amerika di perang Vietnam.

2. Giberelin atau asam giberelat (GA), merupakan hormon perangsang pertumbuhan tanaman yang diperoleh dari Gibberella fujikuroi atau Fusarium moniliforme, aplikasi untuk memicu munculnya bunga dan pembungaan yang serempak (Misalnya GA3 yang termasuk hormon perangsang pertumbuhan golongan gas) merek dagangantara lain: ProGib. Giberalin alami banyak terdapat didalam umbi bawang merah.

3. Sitokinin,  adalah hormon tumbuhan turunan adenin berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan ditranslokasi melalui pembuluh xylem. Aplikasi Untuk merangsang tumbuhnya tunas pada kultur jaringan atau pada tanaman induk, namun sering tidak optimal untuk tanaman dewasa. sitokinin memiliki struktur menyerupai adenin yang mempromosikan pembelahan sel dan memiliki fungsi yang sama lain untuk kinetin. Kinetin adalah sitokinin pertama kali ditemukan dan dinamakan demikian karena kemampuan senyawa untuk mempromosikan sitokinesis (pembelahan sel). Meskipun itu adalah senyawa alami, Hal ini tidak dibuat di tanaman, dan karena itu biasanya dianggap sebagai "sintetik" sitokinin (berarti bahwa hormon disintesis di tempat lain selain di pabrik). 
Sitokinin telah ditemukan di hampir semua tumbuhan yang lebih tinggi serta lumut, jamur, bakteri, dan juga di banyak tRNA dari prokariota dan eukariota. Saat ini ada lebih dari 200 sitokinin alami dan sintetis serta kombinasinya. Konsentrasi sitokinin yang tertinggi di daerah meristematik dan daerah potensi pertumbuhan berkelanjutan seperti akar, daun muda, pengembangan buah-buahan, dan biji-bijian.
Sitokinin pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Amerika bernama Folke Skoog pada tahun 1954. 
Sitokinin umumnya ditemukan dalam konsentrasi yang lebih tinggi di daerah meristematik dan jaringan yang berkembang. Mereka diyakini disintesis dalam akar dan translokasi melalui xilem ke tunas. biosintesis sitokinin terjadi melalui modifikasi biokimia adenin.
Proses dimana mereka disintesis adalah sebagai berikut :
Sebuah produk jalur mevalonate disebut pirofosfat isopentil adalah isomer, isomer ini kemudian dapat bereaksi dengan adenosine monophosphate dengan bantuan sebuah enzim yang disebut isopentenyl AMP synthase, hasilnya adalah isopentenyl adenosin-5-fosfat (AMP isopentenyl).
Produk ini kemudian dapat dikonversi menjadi adenosin oleh isopentenyl pemindahan fosfat oleh fosfatase dan selanjutnya dikonversikan ke isopentenyl adenin dengan menghilangkan kelompok ribosa.
Isopentenyl adenin dapat dikonversi ke tiga bentuk utama sitokinin alami.
Degradasi sitokinin sebagian besar terjadi karena enzim oksidase sitokinin. Enzim ini menghapus rantai samping dan rilis adenin. Derivitives juga dapat dibuat tetapi jalur yang lebih kompleks dan kurang dipahami.
Ada beberapa macam sytokinin yang telah diketahui, diantaranya kinetin, zeatin (pada jagung), Benziladenin (BA), Thidiazuron (TDZ), dan Benzyl Adenine atau Benzil Amino Purin (BAP). Sitokinin ditemukan hampir di semua jaringan meristem. 
Peranan sitokinin antara lain:
1. bersama dengan auksin dan giberelin merangsang pembelahan sel-sel tanaman
2. merangsang morfogenesis ( inisiasi / pembentukan tunas) pada kultur jaringan.
3. merangsang pertumbuhan pertumbuhan kuncup lateral.
4. merangsang perluasan daun yang dihasilkan dari pembesaran sel atau merangsang pemanjangan titik tumbuh daun dan merangsang pembentukan akar cabang
5. meningkatkan membuka stomata pada beberapa spesies.
6. mendukung konversi etioplasts ke kloroplas melalui stimulasi sintesis klorofil.
7. menghambat proses penuaan (senescence) daun
8. mematahkan dormansi biji
Merk dagang antara lain: Novelgrow. Sitokinin alami terdapat pada air kelapa.

4. Etilen, hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam proses pematangan buah Aplikasi mengandung ethephon, maka kinerja sintetis ethylen berjalan optimal sehingga tujuan agar buah cepat masak bisa tercapai. (misalnya: Etephon, Protephon) merk dagang antara lain: Prothephon 480SL.

5. Asam absisat (ABA), sebagai penghambat tumbuh (Inhibitor/retardant) pada saat tanaman mengalami stress, fitohormon ini digunakan untuk mengompakkan pertumbuhan batang agar tanaman terlihat sangat baik. Pada komposisi dan perlakuan tertentu dapat merangsang pertumbuhan tunas anakan dengan cepat dan serentak. Misalnya : untuk golongan Paclobutrazol merk dagang antara lain: Cultar®, Bonzi®) dan Uniconazole (merk dagang Sumagic®). Golongan inhibitor adalah: Paclobutrazol, Ancymidol, TIBA, dan CCC.

6. Brassinolide (kelompok brassinosteroid) fitohormon yang mirip steroid pada hewan dan memiliki respon yang mirip dengan giberellin.
Beberapa fungsi brasinolid adalah sebagai berikut : meningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhan, menghambat penuaan daun (senescence), mengakibatkan lengkuk pada daun rumput-rumputan, menghambat proses gugurnya daun, menghambat pertumbuhan akar tumbuhan, meningkatkan resistensi pucuk tumbuhan kepada stress lingkungan, menstimulasi perpanjangan sel di pucuk tumbuhan, merangsang pertumbuhan pucuk tumbuhan, merangsang diferensiasi xylem tumbuhan, menghambat pertumbuhan pucuk pada saat kahat (defisien) udara dan endogenus karbohidrat. Brassinolide tersintesis dari asetil CoA melalui jalur asam mevalonik.
fitohormon
Selain untuk pengatur tumbuh, beberapa fitohormon juga berguna untuk pertahanan hidupnya.
Untuk membesarkan anggrek muda baik dalam kompot maupun pot sering disemprot dengan larutan Auksin, kemudian ketika siap untuk berbunga sebaiknya gunakan Giberelin. Auksin juga dipakai untuk bonsai, terutama saat banyak batang yang tidak dihendaki untuk dipotong, setelah diolesi Aksin biasanya tunas-tunas muda segera mucul.
Sedang Asam Absisat berupa Paclobutrazol terlarut sering dipakai untukmembungakan tanaman anggrek dewasa, Paclobutrazol juga bisa diterapkan untuk bonsai misalnya Cultar atau Pestanal.

                                                              ------------------------------oo0oo------------------------------

Zat Pengatur Tumbuh PADA MANGGA
  • Zat pengatur tumbuh (ZPT) berperan merangsang pembungaan dan pembuahan untuk meningkatkan hasil buah. Pemberian paklobutrazol (Cultar), takaran 3750 ppm (setara 3,7 ml/1 air) mempercepat pembungaan sampai 2-3 bulan pada mangga Gadung dan Arumanis umur 15 tahun dan meningkatkan jumlah bunga 58,7%.
  • Peranan ZPT untuk meningkatkan calon buah menjadi lebih tinggi bila ditambahkan 1% kalium nitrat (KNO3) atau 750 ppm CEPA. Penggunaan ZPT disarankan 2-3 tahun sekali, dan harus dimbangi dengan pemupukan yang cukup sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman selanjutnya.
  • Buah gugur sebelum panen pada mangga Gadung dan Golek dapat dikurangi dengan memberikan ZPT auksin (2,4 D) takaran 10 -20 ppm.
  • Pemberian Ethrel dan Atonik ditambah penyiraman 40 l/ph setiap 6 hari sekali selama 3 bulan setelah pembuahan dapat mengurangi buah gugur sampai 85%.
  • Pengasapan dengan membakar sisa-sisa rumput atau pangkasan daun mangga menjelang akhir musim hujan (menjelang musim pembungaan) dapat mengurangi buah gugur sehingga meningkatkan hasil panen mangga.

1 komentar:

  1. DImana saya bisa memperoleh bahan media tanam sprti hormon zpt, syukur kl bisa belajar teknik kuljar. info yg bermanfaat.thx

    BalasHapus